(Mazmur 135:1-5)
Astri Sinaga
Astri Sinaga
Memuji Tuhan adalah hal yang sebenarnya sering disalah mengerti oleh orang Kristen. Kalaupun tidak disalah mengerti, sebenarnya orang memandang tindakan memuji Tuhan atau menaikkan pujian sebagai sesuatu yang sangat sempit. Kita sering melihat pujian itu ketika berkali-kali keluar dari mulut kita kata “puji Tuhan!” Karena begitu seringnya kata “puji Tuhan” keluar dari mulut kita, di mana setiap kalimat aja kita sertakan kata “puji Tuhan”, akhirnya kita pun menjadi tidak mengerti di mana kita perlu memakai kata “puji Tuhan”, mengapa dan kapan kita sebenarnya tidak perlu pakai kata itu. “Puji Tuhan tadi aku bisa menyelesaikan soal ujian…padahal sebenarnya pada nomor terakhir aku sudah tidak tahu jawabannya apa, sudah dipikir-pikir tidak muncul juga di kepala, eh tiba-tiba kawan di belakang aku nanya jawaban untuk nomor itu sama kawan di sebelahnya, puji Tuhan….aku ikut dengar jawabannya, jadi aku juga bisa menjawab”.
Kita juga sering berpikir bahwa memuji Tuhan itu adalah hal yang kita lakukan ketika kita bernyanyi. Ketika kita merasakan hati kita tersentuh dengan nada-nada yang indah, yang membuat kita terharu biru dan ingin menangis karena lagu itu sungguh menyentuh hati kita. Atau kita pikir kita sedang memuji ketika kita bernyanyi sambil mengangkat tangan dan melompat-lompat mengucapkan kata-kata dalam lagu yang riang tentang kasih setia Tuhan.
Kita sering berpikir bahwa kita memuji Tuhan karena kita sedang mengatakan kalimat-kalimat tentang bagaimana Dia sudah melakukan mukjizat kepada kita, berbuat ini dan itu, memberikan kita ini dan itu. Kita memuji Tuhan karena apa yang Dia sudah perbuat untuk kita. Ini tidaklah salah sepenuhnya. Memang kita harus memuji Tuhan karena apa yang Ia sudah kerjakan dalam hidup kita, tetapi tindakan “memuji” bukan hanya itu saja. Bahkan mazmur 135 ini mengajak kita untuk memuji Tuhan bukan sekadar karena apa yang Dia perbuat untuk kita.
Kalau kita memuji Tuhan hanya karena apa yang Dia perbuat atau hal-hal yang kita lihat dalam hidup kita, maka yang menjadi masalah adalah, kadang di masa-masa tertentu, pada saat kita susah, pada saat kita mengalami kesulitan, kita bisa saja merasa bahwa tidak ada bantuan, tidak ada pertolongan dari mana-mana, kita sendirian yang harus menyelesaikan masalah kita. Dalam keadaan seperti itu mungkin kita merasa Tuhan sedang diam-diam saja dan tidak berbuat apa-apa untuk kita. Di situ juga mungkin kita merasa kehilangan “alasan” untuk memuji Tuhan. Inilah yang membuat kita menjadi pemuji-pemuji yang occasional, kita memuji Tuhan dalam kondisi tertentu; kalau kita mendapatkan sesuatu, mengalami kemenangan, bisa lulus dengan nilai terbaik, bisa meneruskan sekolah ke universitas pilihan, bahkan bisa ke luar negeri untuk studi berikutnya. Pada saat kita bisa menyelesaikan studi, mungkin hati kita penuh dengan rasa syukur, orangtua juga bersukacita karena anak-anaknya menyelesaikan studinya dengan baik.
Tetapi menarik sekali apa yang diungkapkan dalam mazmur 135 ini, karena justru pemazmur mau mengajak kita memuji Tuhan dengan alasan yang lebih tinggi lagi (higher reason), bukan sekadar karena apa yang kita terima dan kita alami, tetapi karena Tuhan itu sendiri memang patut menerima pujian. Kali ini kita diajak untuk memuji Tuhan bukan sekadar karena apa yang Dia perbuat untuk kita, tetapi karena siapa Dia yang sesungguhnya. Pemazmur memberikan alasan di ayat 1-4 yang kita baca: alasan mengapa kita memuji Tuhan.
Alasan pertama, kita melihat dalam ayat 1 dikatakan “pujilah nama Tuhan, pujilah hamba-hamba Tuhan.” Kita memuji Tuhan karena kita adalah hamba-hamba-Nya. Mungkin Anda mengatakan, “aku bukan hamba Tuhan, aku bukan pendeta atau guru Injil”...Itu tugas mereka yang hamba Tuhan, bukan tugasku”. Betul, memang dalam ayat ini dikatakan hamba-hamba Tuhan yang datang melayani di rumah Tuhan. Kalimat yang mirip diungkapkan di Mazmur sebelumnya Mazmur 134 tetapi diungkapkan secara spesifik: semua hamba Tuhan yang datang melayani di rumah Tuhan pada waktu malam. Ini memang berbicara khusus untuk orang Lewi dan para imam yang memang bertugas khusus di mana pada waktu-waktu tertentu mereka masuk ke bait Allah untuk mengatur persembahan. Tetapi di Mazmur 135 ini, makna ini diperluas, pemazmur bukan hanya bicara untuk para imam dan orang Lewi, karena bangsa Israel pun disebut sebagai hamba Tuhan. Mazmur ini bicara untuk semua bangsa Israel yang berkumpul di pelataran rumah Allah yang datang untuk menyembah Dia.
Engkau dan saya adalah hamba Tuhan, seorang hamba tidak ada lagi yang lain selain meninggikan Tuannya apapun yang dialami, dia tidak boleh diam, yang lain kalau bukan hamba silahkan diam, tetapi seorang hamba tidak ada pekerjaan lain selain melayani Tuannya dan meninggikan Tuannya. Alasan pertama ini sangat mendasar sekali: kita memuji Tuhan karena kita ini hamba-hamba Tuhan yang memang sudah seharusnya memuji Tuhan.
Alasan yang kedua, pemazmur mengatakan: “pujilah Tuhan sebab Tuhan itu baik, bermazmurlah bagi nama-Nya sebab nama itu indah.” Mengapa kita memuji Tuhan? karena Dia baik. Saudara, apakah yang dimaksud baik? Kita punya definisi tentang baik. Kita bilang orang baik, karena orang itu melakukan ini dan itu yang merupakan perbuatan baik. Kita bilang orang itu baik karena orang itu tidak jahat sama kita, jadi kita bilang dia itu baik. Tetapi definisi kita tentang baik itu tidak bisa begitu saja kita terapkan kepada Tuhan untuk menjelaskan kebaikan-Nya. Karena kebaikan Tuhan itu ada pada dirinya sendiri dan tidak ditentukan dengan definisi kita. Dia baik karena memang Dia baik, di dalam diri-Nya, dan apa yang Dia perbuat di balik apa yang Dia perbuat adalah baik adanya. Kalau kita bilang orang baik, kan hanya terbatas pada tindakan tertentu, kita juga tidak tahu motivasi dia berbuat ini dan itu. Tetapi Allah adalah Allah yang menyatakan diri-Nya secara utuh dalam kebaikan-Nya.
Bahkan dalam bahasa Inggris lebih menarik: sing praise to His name, for that is pleasant. Memuji Tuhan adalah hal yang sangat menyenangkan, atau membahagiakan (pleasant). Ketika kita memuji Dia sebenarnya hati kita yang disenangkan, hati kita disegarkan dengan kebaikan-Nya, dengan kasih setia-Nya, hati kita terbuka dan merasakan sukacita ketika kita memuji nama-Nya. Jadi dalam tindakan memuji itu, kita akan merasakan sukacita Tuhan.
Alasan ketiga, pemazmur mengatakan: “sebab Tuhan telah memilih Yakub bagi-Nya, Israel menjadi milik kesayangannya”. Ada apa dengan Yakub? Ada apa dengan Israel? Israel adalah nama lain dari Yakub. Tidak ada yang istimewa dari Yakub, bahkan Alkitab menceritakan dia adalah penipu yang ulung, menipunya bahkan tidak tangung-tanggung, yaitu untuk mendapatkan hak kesulungan dari kakaknya. Kalau dipikir lebih jauh, apa kelebihan Yakub sampai Tuhan mau memakai dia menjadi kemudian bangsa yang besar? Kalau dipikir-pikir mengapa Tuhan mau mengambil Israel menjadi bangsa-Nya, padahal banyak bangsa-bangsa lain yang jauh lebih maju dan beradab. Kenapa Tuhan mau capek-capek berelasi dengan Israel yang kerjanya hanya terus melawan Tuhan dan bolak-balik mengkhianati perjanjian mereka dengan Tuhan.
Tidak ada alasan lain, Tuhan memang mengasihi Israel, sehingga dia mengambil Israel menjadi bangsa-Nya dan milik kesayangan-Nya. Inilah pekerjaan keselamatan yang sekarang juga kita terima di dalam iman, bahwa kita yang berdosa ini juga diambil-Nya menjadi anak-Nya yang dikasihi-Nya. Kita menjadi milik kepunyaan Allah. Apalagi alasan yang cukup untuk memuji Tuhan? Dengan hanya berpikir bahwa “aku dimiliki Tuhan dalam hidupku”, itu saja sudah cukup membuat kita sepatutnya selalu memuji Tuhan.
Ilustrasi, andaikan saat ini Tuhan menanyakan kepadamu, “Apakah yang kamu inginkan dalam hidupmu?”, maka mungkin kamu akan memaparkan sederetan daftar yang panjang, mulai dari barang-barang yang sudah lama ingin kamu miliki, sampai hal-hal yang kamu ingin lihat dan alami. Mungkin kamu bisa dengan cepat mengemukakan semua hal yang kamu dambakan dalam hidupmu. Andaikan sekarang Tuhan mengatakan kepadamu: ”Ok anak-Ku, semua itu boleh kamu miliki: harta, kedudukan popular, kecantikan, kepandaian dan nama besar, Aku akan berikan semua itu untukmu, tetapi dengan satu kondisi, setelah semua itu aku berikan untuk kamu miliki, kamu tidak akan melihat Aku lagi…”. Kira-kira sekarang apakah jawabmu?
Bukankah itu kondisi yang sangat mengerikan? Perumpamaan seperti ini pernah diungkapkan oleh Agustinus seorang Bapa gereja yang hidup di abad ke 4. Dia menjelaskan bahwa ketika kita merasa “ngeri” dengan kondisi tidak bisa bertemu Tuhan, itulah sebenarnya rasa kasih kita kepada Tuhan! Tentu saja bagi orang yang sudah mengalami Allah, lebih baik tidak memiliki apa-apa asalkan Dia memiliki Allah dalam hidupnya.
Pemazmur di sini memberikan kepada kita alasan yang sangat mendasar mengapa kita harus memuji Tuhan? karena kita ini adalah milik Tuhan, kita diciptakan memang untuk memuji Dia.
Alasan yang ke empat, mengapa kita memuji Tuhan? “Sesungguhnya aku tahu, bahwa Tuhan itu Maha Besar dan Tuhan kita itu melebihi segala allah”. Kata “tahu” atau mengetahui, atau knowing, adalah kata yang sangat sering muncul, bahkan ribuan kali muncul di Perjanjian Lama dan juga di Perjanjian Baru. Kata “tahu” harus kita mengerti bukan sekadar pekerjaan mind kita atau kognisi kita belaka. Kata “tahu” di sini sebenarnya memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar proses kognisi karena mengetahui Allah itu tidak bisa hanya dengan pikiran kita.
Allah tidak mungkin dapat dimengerti hanya dengan kapasitas iman manusiawi karna Allah jauh lebih besar dari pada pikiran kita. Pikiran kita sesungguhnya tidak sanggup menanggapinya.
Ilustrasi, Vaclav Havel, adalah seorang penulis drama dari Cekoslovakia, suatu daerah yang ada di bawah Rusia yang dulunya disebut Uni Soviet. Dia ditahan karena tulisan-tulisannya yang mengembangkan nilai moral dan spiritual, yang orang komunis tidak suka. Ketika Cekoslovakia berdiri sendiri berpisah dari Uni Soviet, Havel diminta menjadi Presiden. Pidatonya sangat spiritual. Dia mengatakan: ”Aku mengikuti semangat Kristiani, moralitas Kristiani, tetapi aku bukanlah seorang Kristen”. Vaclav dalam pengetahuannya, tahu persis bahwa semangat moral kekristenan itu baik, tetapi dia sendiri tidak sanggup mengimani Kristus itu sendiri. Dia tidak mengalami Kristus dalam hatinya.
Mahatma Gandhi tokoh perjuangan India pun demikian. Dia memiliki semangat ahimsa yang dia lihat ada dalam diri Kristus yang mati di kayu salib tanpa perlawanan untuk menjadi pendamaian. Gandhi mengerti dengan baik hal itu, tetapi Gandhi tidak bisa mengimani Kristus bagi dirinya pribadi. Dia tidak bisa mengalami Kristus dalam hatinya.
Ketika pemazmur mengatakan “aku tahu, bahwa Tuhan itu maha besar dan melebihi segala allah”. Dia bukan bicara tentang pengetahuan akan Allah yang besar. Dia bukan sekedar tahu secara kognisi, tetapi dia juga mengalami siapa Allah dalam hidupnya, bahkan dia melihat dengan mata imannya bahwa Allah itu melebihi segala allah yang ada dan dipuji bangsa-bangsa lain. Vaclav Havel dan Gandhi tidak bisa memuji Tuhan seperti pemazmur memuji Tuhan, karena mereka tidak mengimani Kristus dalam hatinya.
Sebenarnya tidak ada alasan untuk kita tidak memuji Tuhan. Tuhan, pada diri-Nya sendiri adalah alasan mengapa kita sepatutnya memuji Dia dalam seluruh hidup kita. Hari ini, biarlah dalam hatimu kamu juga mengalami Allah, kamu tahu bahwa Allah adalah Allah yang melebihi segala-galanya, sehingga kamu tidak punya alasan untuk tidak memuji Tuhan dalam hidupmu.
Semoga kamu boleh terus menjalani hidupmu dengan baik, dan tetap menjadi pemuji-pemuji Tuhan dimanapun engkau berada, apapun keadaanmu, seperti apapun hidupmu, tidak ada alasan buat mu untuk tidak memuji Tuhan.
0 komentar:
Posting Komentar